Friday, January 20, 2012

Portraits of Kota Tua

Di tempat ini, semua orang punya mimpi, punya kehidupan masing-masing, punya harapan masing-masing, dan punya tujuan nya masing-masing. Di tempat ini, bagaikan mozaik kehidupan, yang tidak beraturan, berbeda-beda, ada yang bentuknya bagus, tapi ada pula yang bentuknya tidak bagus, namun terlihat sangat indah bila dilihat dari kejauhan.
Di tempat ini, semua orang punya idealis masing-masing...

Pelabuhan Sunda Kelapa










Siang itu, matahari terik cukup panas dan menusuk kulitku. Perih sih, tp bukan jadi halangan untuk ku untuk mencari tahu ada kehidupan apa dibalik pintu masuk "Pelabuhan Sunda Kelapa" ini.
Ternyata ini yang aku temukan, sebuah kehidupan yang belum pernah aku temukan sebelumnya. Ibarat kota kecil yang penuh dengan debu dan sinar matahari yang menyirami tempat ini. Sepeda tua yang masih banyak digunakan mereka untuk memudahkan mobilitas di tempat ini.
Di tempat ini, aku bisa membayangkan jika aku harus menyantap hidangan makanan ku yang bercampur dengan debu dan bau amis yang dihasilkan karena tempat ini berdekatan dengan pasar ikan.
Seorang bapak tua menghampiri ku untuk menawarkan perahu sampan nya sebagai sarana ber-hunting-ria dibalik kapal-kapal besar ini. Tetapi karena asas kepercayaan yang sangat minim terhadap bapak ini, maka akupun menolak. Jujur, rasa penasaran terus mengusik ku hingga aku keluar dari pelabuhan ini, namun kalau kata pepatah, terus lah berjalan kedepan dan jangan menoleh kebelakang lagi. Karena yang sudah berlalu, biarkanlah menjadi angin lalu dan apa yang sudah lewat itu memang bukan untukmu.
Menyusuri sendiri trotoar yang berada di pinggiran jalan dekat pintu masuk pelabuhan ini, membuat ku benar-benar merasa sendiri. Tidak tau harus jalan ke arah mana, dan dengan siapa kah aku harus berjalan. Terdiam selama 5 menit, ternyata membuatku untuk menemukan solusi terbaik, yaitu bertanya. Aku jadi ingat, papa ku selalu mananamkan kalimat ini kedalam benak ku sedari aku SD, kata nya,"Jangan pernah takut untuk bertanya, kalau ga tau apa-apa, jgn diem aja, tapi tanya ke orang, mau itu pertanyaan bodoh ataupun petanyaan yang sangat intelek. Yang penting kamu jgn pernah takut untuk bertanya" 
Menghampiri warung kecil, yang penjual nya adalah seorang nenek tua yang mungkin berusia 70 tahun keatas.
Dengan alasan membeli minum ke nenek itu, aku pun sambil menyelam minum air dengan sebuah pertanyaan,
"ibu, kalau angkot ke daerah taman fatahillah naik apa ya? atau kalau jalan kaki, saya harus kemana?" kata ku
"Neng jalan ke arah pertigaan situ, trs naik kendaraan umum nomer 20. Kalau mau jalan, dari pertigaan neng lurus aja ikutin jalan" kata nenek
"Oh gt, trimakasih ya bu, kalau gitu saya jalan aja"
"Jangan, naik angkot aja neng, naik nya dari pertigaan no kendaraan 20 neng"
"Oh iya terimakasih ya ibu"
"Dari pertigaan yang neng"
"Iya bu terimakasih ya"
Lalu aku pun langsung pergi meninggalkan warung karena jika tidak, mungkin nenek itu akan terus menerus menjelaskan hal yang sama kepadaku.
Mendengarkan nasihat seorang nenek yang baru saja kukenal, oh lebih tepatnya nenek yang baru saja kutemui di warung, aku pun menuruti kata-katanya untuk naik kendaraan umum. Mungkin karena dia lebih tua dari ku dan lebih tau situasi di tempat ini.



Sampailah di taman Fatahillah, dan memang benar kata nenek, terlalu bahaya untuk ku jalan sendirian, karena memang selama aku duduk di kendaraan umum, perjalanan dengan kaki menuju taman Fatahillah akan menjadi perjalanan yang paling mencekam dalam hidupku (berlebihan ya?).

Di tempat ini aku benar-benar melihat berbagai macam kehidupan orang Jakarta. Mulai dari anak-anak SMP yang bermain sepeda hingga pegawai kantor yang ikut masuk ke dalam mozaik kehidupan ini.

Taman Fatahillah

2012

















Sekitar pertengahan 2007, aku datang ke kota ini, dengan tujuan yang sama, hunting foto. Waktu itu aku pergi dengan salah satu mantan pacarku, yang kebetulan di hari aku menulis post ini dia berulang tahun ke 23 tahun, hanya kebetulan :). Aku dan dia pergi kesini dengan suasana yang sangat sepi dan benar-benar tidak ada kehidupan. Mati, kosong, zero. Yang ada hanya bangunan-bangunan tua yang kurang dirawat, beberapa burung gereja yang bermain-main di depan museum Fatahillah, dan beberapa gelandangan yang sejenak mengistirahatkan tubuh mereka di teriknya panas

2007















Dan kemarin aku kembali ke taman ini, kembali mencari apa yang selama  kurang lebih 4  tahun kemarin aku tinggalkan. Kembali aku mencari yang hilang dari sebagian hidupku. Dan ketika itu, semua sudah benar-benar berubah, sudah tidak seperti dulu lagi, dan semua benar-benar diluar dugaanku.
Tempat ini memang sudah dijadikan tempat wisata bagi turis mancanegara ataupun turis lokal. Banyak bagunan di tempat ini yang dijadikan sebagai restoran dan tempat-tempat komersil seperti studio foto. Walaupun mereka tetap mempertahankan struktur dan interior lama dari bangunan ini, namun terasa ada yang hilang dari tempat ini. Aku cukup puas karena disini aku bisa melihat berbagai macam kehidupan, raut muka dan sinar harapan yang bersinar dari masing-masing mereka. Mungkin ini adalah sebuah keunikan baru yang bisa aku temukan di tempat ini,yaitu sebuah mozaik kehidupan. Aku yang pada saat itu hanya lah sebagai penonton dari mozaik ini, seorang penonton yang menggunakan lensa kamera untuk mengabadikan momen yang mungkin tidak akan pernah terulang secara tepat dan sama persis. Aku yang pada saat itu menantikan sebuah ending dari cerita yang ada di tempat ini, tapi ternyata, disaat aku keluar dari tempat ini menuju ke halte busway, aku sama sekali tidak menemukan akhir cerita nya, mereka terus melakukan kegiatannya masing-masing, dan aku yang harus pulang dan meneruskan perjalananku menuju semanggi. Ternyata di tempat ini memang terdapat sebuah realita kehidupan, cerita yang akan terus bergulir dan kita pun tidak tahu kapan akan berakhir. Tadinya aku pikir tempat ini hanya menyimpan cerita fiksi, cerita yang memiliki ending.
Kota Tua, jika aku punya waktu, aku akan kembali ke tempat kesini, entah dengan siapa, entah kapan, entah kamera apa yang akan aku gunakan. Dan disaat aku kembali nanti, hadapkanlah aku dengan sebuah perubahan yang baru, perubahan yang tidak terduga, dan membuatku berkata, "this is the life"

Seorang teman berkata kepadaku, "4 tahun yang lalu kamu pergi ke sana dan kemudian kmu masuk ke dunia baru, dan sekarang setelah kamu kembali lagi kesana, kamu harus bersiap untuk masuk ke dunia kamu yang baru (lagi)". Kalimat ini membuat aku tertegun, sebuah dunia baru? Aku akan masuk ke dunia yang baru, dan apa mungkin tempat ini adalah sebagai pagar dari pintu masuk dunia baru nya?
We'll see..

ps : selamat ulang tahun Aditya Pratama. God bless you

2 comments:

Anonymous said...
This comment has been removed by the author.
Anonymous said...

Even if it's a coincidence, it shows you are trully want to END those 'shadow' and now you are truly mully MOVE ON. And finally (I hope) those shadow becomes your beautiful memory.. or journey.

Because what?
Finally you took your lens and see many perspectives..

PROUD OF YOU! :*