Wednesday, March 7, 2012

Monday, March 5, 2012

The Future


We have done with the past
We are doing the present
We will wait for the future

No one can not see the future.
What it will bring
What it will come
and Who will come to our life.

The future is the life. The life that can't be seen. The life that we will possess.
The past is the life, the life that we have already known. The life that must be abandoned
Gradually we live in the present.
Time does exist.
They are ticking.

Life is about moving on. People come and go. Everything is change.
Nobody stay. No one is dwelling in one place.

For you who can not be moved,
Learn how to suffer in silence.
Let go and let God.

Sunday, February 19, 2012

Eben-haezer

Seumpama hidup ini adalah sebuah perahu, maka tahun 2012 adalah lautan lepas. Dan di saat ini, kita baru akan mengangkat sauh dan memulai sebuah pelayaran. Segala asa tentap hidup yang lebih cerah telah menggumpal di dada.

Langit cerahkah yang akan kita jelang?
Entahlah..
"Eben Haezer"
Apa itu?
Eben-haezer adalah bahasa Ibrani yang artinya adalah "sampai disini Tuhan menolong kita."
Untuk mengenang karya kasih dan pertolongan Tuhan dalam hidup bangsanya, Samuel mendirikan batu peringatan, dan ia menamainya : eben-haizer

Bertolak dari sana, kita akan jelang hari esok. Dengan sebuah keyakinan iman :
Tuhan sudah menyertai kita di masa lalu, dan Tuhan pula yang akan menyertai kita di masa yang akan datang.

Wednesday, February 8, 2012

Langit



Aku masih terbaring disini. Terbaring di tempat yang sama. Tempat dimana aku membaringkan tubuhku diatas rumput serta alang-alang yang tinggi dan memandang ke langit yang biru, Memandang bahwa betapa indahnya ciptaan Tuhan yang diberikan untuk ku.

Langit itu terasa sangat dekat, aku bisa melihatnya setiap detik, tapi pada kenyataannya, jemari ku sama sekali tidak dapat menyentuhnya. Langit itu terlalu jauh, terlalu musatahil untuk aku gapai.

Aku masih terbaring disini, masih menikmati angin yang berhembus dan menyibakkan rambut ku

Berkali kali temanku datang untuk menjemput, tapi berkali- kali juga aku kembali ke tempat ini.

Tempat ini terlalu indah untuk aku tinggalkan selamanya dan tempat ini terlalu manis untuk aku lupakan seutuhnya.

Aku tau, aku terlalu membuang- buang waktu ku di tempat ini. Karena yang aku lakukan hanya terdiam, dan berharap 

Di tempat ini aku hanya bisa bermimpi. Bermimpi untuk bisa memeluk langit, dan bermimpi untuk menggenggam awan di tangan ku.

Sebuah mimpi yang mustahil.....

Di tempat ini aku hanya bisa menatap sebuah keindahan, keindahan langit. Ya, hanya itu yang bisa aku lakukan

Aku tidak berharap dijemput oleh siapapun untuk mengajak ku pulang. Aku bisa melangkah sendiri dan beranjak. Tapi, aku belum punya kekuatan untuk bisa melangkahkan kaki ku sendiri pergi dari tempat ini. Belum...

Aku memang belum ingin pergi dan beranjak. Aku masih ingin membaringkan tubuhku di sini. Aku akan baik-baik saja kok di tempat ini...

Thursday, January 26, 2012

Like Father Like Daughter

Dalam tulisan ini,aku ingin sedikit mematahkan sebuah kalimat dalam bahasa inggris yaitu, like father like son.

Aku si anak sulung dari dua bersaudara di keluarga kecil ku, dan aku adalah si anak perempuan yang tidak membawa marga keluarga untuk keturunan ku.

Papa ku seorang pegawai swasta yang bekerja di bidang telekomunikasi. Cara berfikirnya selalu dipenuhi dengan logika yang sangat tajam, yang diasahnya dari sejak ia duduk di perguruan tinggi negeri di kota Bandung. 
Papa ku pergi merantau dari tanah ia bertumbuh dewasa, Palembang, menuju kota Bandung untuk menuntut ilmu di bidang matematika. Hobi fotografi,musik dan bermain. Bermain? Ya lazim nya hal-hal yang dilakukan sekumpulan laki-laki saat mereka berkumpul. Papa ku adalah seorang yang sangat aktif dalam mengikuti organisasi hingga saat ini. Sejak SMA, Papa ku aktif ikut berorganisasi di SMA Xaverius Palembang. Karena sifatnya yang humble dan mudah bergaul (tidak hanya bergaul, tapi digemari oleh banyak wanita pada waktu itu), membuat Papa ku dikenal banyak orang dan menjabati posisi Ketua Osis saat dia duduk di kelas 2 SMA. Papa ku adalah anak kesayangan dr oma ku. Alasan nya adalah karena papa ku merupakan anak paling kecil dari empat bersaudara dan semua kakak-kakaknya adalah perempuan. Bisa kalian bayangkan, sangking terlalu sayang nya Oma ku terhadap Papa ku, Oma melarang Papa ku untuk bermain dengan air, dengan kata lain, Papa ku tidak bisa berenang hingga diumur nya yg sudah terbilang tua. Tidak hanya itu, Papa ku baru bisa mengendarai motor disaat umur nya sudah menginjak 49 tahun. 
Untuk seumuran papa ku sekarang, papa ku berumur 52 tahun 2 hari yang lalu, seharusnya sudah tidaklah terlalu hiperaktif dan bersikap sok masih muda. Tapi kenyataannya, hal itu masih terjadi pada dirinya
Aku heran dengan perilaku papa ku ini, di umur nya yang sudah tergolong cukup tua (mungkin mendekati lansia) tapi dia masih punya banyak mimpi yang ingin dicapai nya. Masih punya target yang menurut dia harus dipenuhi, bukan hanya sekedar kerja di kantor dan menjadi pegawai biasa. Terkadang, sebuah mimpi ataupun  target yang akan dicapainya terdengar aneh dan membuat saya mengeluarkan kalimat "mana mungkin sih?".
Papa ku egois, keras kepala, tidak mau kalah dan memiliki idealis yang amat sangat kuat. Terkadang aku lelah menghadapi papa ku sendiri. 
Tapi setelah aku sadar, aku dan papa ku itu seperti bercermin. Kami itu bagaikan dua magnet yang sama-sama berdiri di titik utara magnet yang berbeda. Tidak akan pernah bisa saling menempel, dan selalu saling menolak apabila kedua magnet didekatkan dengan ujung yang sama. Disaat aku harus berhadapan dengan Papaku, aku seperti menghadapi diri ku sendiri, bergumul dengan diriku sendiri.
Sedangkan adik laki-laki ku memiliki sifat selalu mengalah, lembut, dan mau menerima keadaan. Disaat kami duduk berempat di meja makan pun untuk makan bersama, adik ku selalu mengalah apabila Mama ku menyuruh salah satu diantara aku dan adik ku untuk berdoa makan.

Dibandingkan dengan adik laki-laki ku, kalau boleh sedikit bersikap congkak, aku lebih memiliki banyak pengalaman berorganisasi daripada dia. Aku yang lebih memiliki banyak teman dan mudah bergaul, sedangkan adik ku bukan lah seorang yang cukup populer di sekolah nya. Aku si hobi mengabadikan momen lewat sebuah lensa dan bermusik, sama seperti Papa ku, ya walaupun hanya satu alat musik yang bisa aku mainkan dibandingkan dengan Papa ku.
Adik ku si kutu buku, mulai mengerti pergaulan saat dia masuk kuliah. Tapi adik ku kuliah di Jakarta (memang sih sekarang dia sedang melanjutkan studi nya di negara Kangguru), sedangkan aku, aku pergi merantau ke Bandung. persis seperti papaku. Aku dan Papa ku sama-sama memiliki kenangan di Kota Bandung. Sedikit flashback, dulu sewaktu aku masih kuliah, tidak jarang Papa dan Mama ku mengunjungiku ke Bandung. Mama ku buta akan kota ini, sedangkan diantara kami, aku dan Papa ku adalah orang yang paling tau mengenai kota Bandung. Saat kami berjalan bersama menyusuri Bandung, tidak jarang aku dan Papa ku berdebat, tapi dia selalu bilang "sebelum kamu lahir, aku sudah ada di sini", dan hanya dengan kalimat itu aku bisa terdiam.

Bandung, Fotografi, Musik, dan semua sifat Papa ku yang mengalir di diriku, menjadi bukti bahwa tidak hanya like father like son saja, tapi kalau di keluarga ku, yang dianut adalah like father like daughter.
Semoga nanti di masa tua ku, aku akan tetap menjadi seorang yang memiliki semangat yang tinggi dan memiliki banyak mimpi yang akan diwujudkan, layaknya seorang anak yang baru masuk ke bangku perguruan tinggi, layaknya Papaku. Semoga...


NB :oh ya, satu hal yang tidak mungkin aku lupa untuk kutulis, disaat aku dihadapkan akan sebuah 2 tas, dan aku harus memilih tas manakah yang aku pilih, tas pemberian Mama atau Papa ku? Jelas aku memilih tas pembelian dari Papa ku, karena kami memiliki selera yang sama. Hehe

credit goes to google 

Friday, January 20, 2012

Portraits of Kota Tua

Di tempat ini, semua orang punya mimpi, punya kehidupan masing-masing, punya harapan masing-masing, dan punya tujuan nya masing-masing. Di tempat ini, bagaikan mozaik kehidupan, yang tidak beraturan, berbeda-beda, ada yang bentuknya bagus, tapi ada pula yang bentuknya tidak bagus, namun terlihat sangat indah bila dilihat dari kejauhan.
Di tempat ini, semua orang punya idealis masing-masing...

Pelabuhan Sunda Kelapa










Siang itu, matahari terik cukup panas dan menusuk kulitku. Perih sih, tp bukan jadi halangan untuk ku untuk mencari tahu ada kehidupan apa dibalik pintu masuk "Pelabuhan Sunda Kelapa" ini.
Ternyata ini yang aku temukan, sebuah kehidupan yang belum pernah aku temukan sebelumnya. Ibarat kota kecil yang penuh dengan debu dan sinar matahari yang menyirami tempat ini. Sepeda tua yang masih banyak digunakan mereka untuk memudahkan mobilitas di tempat ini.
Di tempat ini, aku bisa membayangkan jika aku harus menyantap hidangan makanan ku yang bercampur dengan debu dan bau amis yang dihasilkan karena tempat ini berdekatan dengan pasar ikan.
Seorang bapak tua menghampiri ku untuk menawarkan perahu sampan nya sebagai sarana ber-hunting-ria dibalik kapal-kapal besar ini. Tetapi karena asas kepercayaan yang sangat minim terhadap bapak ini, maka akupun menolak. Jujur, rasa penasaran terus mengusik ku hingga aku keluar dari pelabuhan ini, namun kalau kata pepatah, terus lah berjalan kedepan dan jangan menoleh kebelakang lagi. Karena yang sudah berlalu, biarkanlah menjadi angin lalu dan apa yang sudah lewat itu memang bukan untukmu.
Menyusuri sendiri trotoar yang berada di pinggiran jalan dekat pintu masuk pelabuhan ini, membuat ku benar-benar merasa sendiri. Tidak tau harus jalan ke arah mana, dan dengan siapa kah aku harus berjalan. Terdiam selama 5 menit, ternyata membuatku untuk menemukan solusi terbaik, yaitu bertanya. Aku jadi ingat, papa ku selalu mananamkan kalimat ini kedalam benak ku sedari aku SD, kata nya,"Jangan pernah takut untuk bertanya, kalau ga tau apa-apa, jgn diem aja, tapi tanya ke orang, mau itu pertanyaan bodoh ataupun petanyaan yang sangat intelek. Yang penting kamu jgn pernah takut untuk bertanya" 
Menghampiri warung kecil, yang penjual nya adalah seorang nenek tua yang mungkin berusia 70 tahun keatas.
Dengan alasan membeli minum ke nenek itu, aku pun sambil menyelam minum air dengan sebuah pertanyaan,
"ibu, kalau angkot ke daerah taman fatahillah naik apa ya? atau kalau jalan kaki, saya harus kemana?" kata ku
"Neng jalan ke arah pertigaan situ, trs naik kendaraan umum nomer 20. Kalau mau jalan, dari pertigaan neng lurus aja ikutin jalan" kata nenek
"Oh gt, trimakasih ya bu, kalau gitu saya jalan aja"
"Jangan, naik angkot aja neng, naik nya dari pertigaan no kendaraan 20 neng"
"Oh iya terimakasih ya ibu"
"Dari pertigaan yang neng"
"Iya bu terimakasih ya"
Lalu aku pun langsung pergi meninggalkan warung karena jika tidak, mungkin nenek itu akan terus menerus menjelaskan hal yang sama kepadaku.
Mendengarkan nasihat seorang nenek yang baru saja kukenal, oh lebih tepatnya nenek yang baru saja kutemui di warung, aku pun menuruti kata-katanya untuk naik kendaraan umum. Mungkin karena dia lebih tua dari ku dan lebih tau situasi di tempat ini.



Sampailah di taman Fatahillah, dan memang benar kata nenek, terlalu bahaya untuk ku jalan sendirian, karena memang selama aku duduk di kendaraan umum, perjalanan dengan kaki menuju taman Fatahillah akan menjadi perjalanan yang paling mencekam dalam hidupku (berlebihan ya?).

Di tempat ini aku benar-benar melihat berbagai macam kehidupan orang Jakarta. Mulai dari anak-anak SMP yang bermain sepeda hingga pegawai kantor yang ikut masuk ke dalam mozaik kehidupan ini.

Taman Fatahillah

2012

















Sekitar pertengahan 2007, aku datang ke kota ini, dengan tujuan yang sama, hunting foto. Waktu itu aku pergi dengan salah satu mantan pacarku, yang kebetulan di hari aku menulis post ini dia berulang tahun ke 23 tahun, hanya kebetulan :). Aku dan dia pergi kesini dengan suasana yang sangat sepi dan benar-benar tidak ada kehidupan. Mati, kosong, zero. Yang ada hanya bangunan-bangunan tua yang kurang dirawat, beberapa burung gereja yang bermain-main di depan museum Fatahillah, dan beberapa gelandangan yang sejenak mengistirahatkan tubuh mereka di teriknya panas

2007















Dan kemarin aku kembali ke taman ini, kembali mencari apa yang selama  kurang lebih 4  tahun kemarin aku tinggalkan. Kembali aku mencari yang hilang dari sebagian hidupku. Dan ketika itu, semua sudah benar-benar berubah, sudah tidak seperti dulu lagi, dan semua benar-benar diluar dugaanku.
Tempat ini memang sudah dijadikan tempat wisata bagi turis mancanegara ataupun turis lokal. Banyak bagunan di tempat ini yang dijadikan sebagai restoran dan tempat-tempat komersil seperti studio foto. Walaupun mereka tetap mempertahankan struktur dan interior lama dari bangunan ini, namun terasa ada yang hilang dari tempat ini. Aku cukup puas karena disini aku bisa melihat berbagai macam kehidupan, raut muka dan sinar harapan yang bersinar dari masing-masing mereka. Mungkin ini adalah sebuah keunikan baru yang bisa aku temukan di tempat ini,yaitu sebuah mozaik kehidupan. Aku yang pada saat itu hanya lah sebagai penonton dari mozaik ini, seorang penonton yang menggunakan lensa kamera untuk mengabadikan momen yang mungkin tidak akan pernah terulang secara tepat dan sama persis. Aku yang pada saat itu menantikan sebuah ending dari cerita yang ada di tempat ini, tapi ternyata, disaat aku keluar dari tempat ini menuju ke halte busway, aku sama sekali tidak menemukan akhir cerita nya, mereka terus melakukan kegiatannya masing-masing, dan aku yang harus pulang dan meneruskan perjalananku menuju semanggi. Ternyata di tempat ini memang terdapat sebuah realita kehidupan, cerita yang akan terus bergulir dan kita pun tidak tahu kapan akan berakhir. Tadinya aku pikir tempat ini hanya menyimpan cerita fiksi, cerita yang memiliki ending.
Kota Tua, jika aku punya waktu, aku akan kembali ke tempat kesini, entah dengan siapa, entah kapan, entah kamera apa yang akan aku gunakan. Dan disaat aku kembali nanti, hadapkanlah aku dengan sebuah perubahan yang baru, perubahan yang tidak terduga, dan membuatku berkata, "this is the life"

Seorang teman berkata kepadaku, "4 tahun yang lalu kamu pergi ke sana dan kemudian kmu masuk ke dunia baru, dan sekarang setelah kamu kembali lagi kesana, kamu harus bersiap untuk masuk ke dunia kamu yang baru (lagi)". Kalimat ini membuat aku tertegun, sebuah dunia baru? Aku akan masuk ke dunia yang baru, dan apa mungkin tempat ini adalah sebagai pagar dari pintu masuk dunia baru nya?
We'll see..

ps : selamat ulang tahun Aditya Pratama. God bless you

Wednesday, January 4, 2012

Tulisan tidak berjudul.

Sebuah tulisan seseorang yang skeptis namun berusaha menjadi seseorang yang apatis..

Semua bisa bilang bahwa itu hanyalah nafsu belaka. 
Tapi apakah mereka tau kalau kita adalah manusia yang butuh dipuaskan
Mereka tidak pernah tau nikmatnya lara yang dirasakan. 
Mereka tidak akan pernah mengerti betapa bahagia nya melangkah di alam yang indah, yang siapapun pasti akan merasa bahagia.
Satu hal yang yang mungkin kaum muda sulit untuk terima, bahwa hidup ini masih punya aturan. 
Tidaklah bebas, bebas merayap bersama di dunia yang penuh dengan ke-eksotis-an nya
Tidaklah bebas, bebas mewujudkan sebuah mimpi yang apatis
Kamu senang, aku senang, tapi tidak dengan dia.
Dia yang adalah seorang manusia ataukah kita yang adalah seorang hewan?
Kita ini sudah berada disurga, atau dia masih di dunia?
Ataukah memang belum saat nya bagi kita untuk terjatuh?
Percayalah bahwa hati ini lebih dari ingin.